Penalaran Deduktif
Sabtu, 26 Maret 2016
/
No Comments
Sebelum kita mengetahui pengertian dari Penalaran Deduktif, kita harus
mengetahui terlebih dahulu apa itu yang dimaksud dengan penalaran.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar.
Penalaran Deduktif merupakan proses penyimpulan yang dimulai dari pernyataan
umum lalu berangsur ke yang khusus..
Penalaran Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Contoh dari
Penalaran Deduktif adalah silogisme Dan Etimen.
-
Silogisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah
bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum,
premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang
formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi
sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara
tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A)
Premis mayor = Semua manusia akan mati.
(B)
Premis minor = Si A adalah manusia.
(C)
Simpulan = Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari:
·
Silogisme Kategorial
·
Silogisme Hipotesis
·
Silogisme Disjungtif
Sebelum mengulas satu per satu bentuk, perlu diketahui
beberapa istilah berikut:
Proposisi : kalimat
logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal
yang dapat dinilai benar atau salah.
Term : adalah suatu
kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P).
Term minor : adalah
subjek pada simpulan.
Term menengah :
menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada
simpulan.
Silogisme yang diperpendek disebut entimen.
·
Silogisme Kategorial
Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik.
Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat
dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan
premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara
kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Adapun menurut KBBI simpulan berdasarkan silogisme
kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa berdasarkan syarat.
Contoh:
Premis mayor = Semua makhluk hidup membutuhkan
oksigen.
(Middle term) (Predikat)
Premis minor = Manusia adalah makhluk hidup.
(Subjek)
(Middle term)
Simpulan = Manusia membutuhkan oksigen.
(Subjek) (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan
proposisi:
1. Apabila salah satu premis partikular, maka
kesimpulannya harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagian makanan tidak menyehatkan.
Sebagian makanan tidak halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme ini menarik simpulan yang
terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
2. Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya
harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat melakukan korupsi.
Sebagian pejabat tidak
disenangi.
3. Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah
diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang kaya kikir.
Beberapa pedagang adalah kaya.
Beberapa pedagang adalah kikir
4. Dua premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil
kesimpulan karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi
premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya
positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar
Kucing bukan bunga mawar
(Tidak ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan
term:
1. Setidaknya
satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term
penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
Contoh:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Binatang ini adalah ikan.
2. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan
term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Kambing bukan binatang.
3. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis
mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan
menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Januari bersinar di langit.
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term
subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term
dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil
kesimpulan.
·
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotetis adalah argumen yang premis
mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi
katagorik.
Adapun menurut KBBI silogisme hipotesis merupakan
penarikan simpulan atau keputusan yg kebenarannya berdasarkan syarat tertentu.
Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1. Premis
minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Premis
minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3. Premis
minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa,
maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Premis
minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan
gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
·
Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan
disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari
salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan
penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran
pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yg benar.
Silogisme ini terdiri dari dua macam: silogisme
disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya
mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus atau
tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.
Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya
mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti
luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis
minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui
alternatif yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis
minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1. Silogisme
disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Atau:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme
disjungtif dalam arti luas.
a. Bila
premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
b. Bila
premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota
lain).
-
Entimen
Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang
jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun
entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai
pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan
karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
-
Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan
-
Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat
khusus.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah
premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu
bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita
dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan
orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula
kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata
seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah,
kita temukan apa premis yang dihilangkan.
Referensi: